Latest In
Kamis, 27 November 2014
Istri yang Taat Suami Dijamin Surga
Minggu, 23 November 2014
Penyebab Kesesatan
Apa sumber kesesatan yang menjerumuskan manusia? Dan bagaimana cara terjaga dari kesesatan?
Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah berkata: “Barangsiapa yang mencermati keadaan kaum ahli bid’ah secara umum, niscaya akan dia dapati bahwa sebenarnya sumber kesesatan mereka itu adalah karena tidak berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah.
Hal itu bisa jadi karena mereka bersandar kepada akal dan pendapat-pendapat, mimpi-mimpi, hikayat-hikayat/cerita yang tidak jelas, atau perkara lain yang dijadikan oleh kaum ahlul ahwaa’ (penyeru bid’ah) sebagai sumber dasar hukum bagi mereka” (lihat at-Tuhfah as-Saniyyah Syarh al-Manzhumah al-Haa’iyah, hal. 15).
Di dalam kitab Aqidah Ath Thahawiyah, Imam Abu Ja’far ath-Thahawi rahimahullah mengatakan: “dan kami -Ahlus Sunnah- mengikuti as-Sunnah dan al-Jama’ah. Kami menjauhi perkara-perkara yang syadz/nyleneh, khilaf/perselisihan, dan furqah/perpecahan”.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengatakan: “Yang dimaksud as-Sunnah adalah jalan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan yang dimaksud al-Jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin; yaitu para sahabat, dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Oleh sebab itu mengikuti mereka [salafus shalih] adalah petunjuk dan menyelisihi mereka adalah kesesatan.” (lihat ar-Riyadh an-Nadiyyah, hal. 136)
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata: “Adapun apabila mereka -ahlus sunnah- berselisih/berbeda pendapat, maka pendapat salah satu diantara mereka bukanlah menjadi hujjah/argumen yang dengan sendirinya bisa mengalahkan pendapat pihak lain -sesama ahlus sunnah- akan tetapi yang wajib adalah mengembalikan permasalahan yang dipersengketakan itu kepada Allah dan Rasul.
Hal itu sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Kemudian apabila kalian bersengketa/berselisih mengenai suatu perkara apa pun, hendaklah kalian kembalikan hal itu kepada Allah dan Rasul. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Itulah yang terbaik dan paling bagus hasilnya.” (QS. An-Nisaa’: 59)
(lihat al-Manhaj as-Salafi oleh Dr. Mafrah bin Sulaiman al-Qusi, hal. 360)
Kesimpulan:
1- Berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah menjaga dari kesesatan
2- Mengikuti cara beragama salafus shalih adalah jalan keselamatan
3- Wajibnya kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah ketika berselisih
Sabtu, 22 November 2014
Dzikir Bukan Hanya di Lisan
Perlu dipahami bahwa dzikir itu bukan hanya di lisan.
Kita tahu bagaimanakah keutamaan berdzikir. Namun dzikir yang utama bukan hanya di lisan. Dzikir yang baik adalah dengan lisan disertai perenungan dalam hati.
Adapun dalam doa, kita diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memohon pada Allah supaya rajin berdzikir. Hal ini dapat terlihat pada wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Mu’adz berikut ini.
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang tangannya lalu berkata,
يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ
“Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya bersabda,
أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Aku memberikanmu nasehat, wahai mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan saat di penghujung shalat (di akhir shalat setelah sama) bacaan doa: Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik (Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur dan beribadah yang baik pada-Mu).”
Disebutkan di akhir hadits,
وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذٌ الصُّنَابِحِىَّ وَأَوْصَى بِهِ الصُّنَابِحِىُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ.
“Mu’adz mewasiatkan seperti itu pada Ash Sunabihi. Lalu Ash Shunabihi mewasiatkannya lagi pada Abu ‘Abdirrahman.” (HR. Abu Daud no. 1522 dan An Nasai no. 1304. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Mengenai dzikir yang hakiki diterangkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah sebagai berikut.
“Dzikir bukanlah hanya sekedar menggerakkan lisan, dzikir mestilah berbarengan antara hati dan lisan.
Jika disertai hati, dzikir pada Allah berarti ada perenungan terhadap nama dan sifat-Nya. Dzikir tersebut pun mengandung perenungan terhadap perintah dan larangan-Nya. Dzikir pada Allah juga mengandung dzikir dengan mengingat kalam atau firman-Nya.
Seperti di atas bisa terwujud jika seseorang mengenal Allah dengan baik, beriman pada-Nya, mengimani sifat-Nya yang sempurna, mengakui akan keagungan-Nya, serta memuji-Nya dengan berbagai macam sanjungan. Itu semua bisa dicapai jika seseorang mentauhidkan Allah dengan benar.
Dzikir yang hakiki melazimkan hal-hal di atas seluruhnya. Namun dzikir yang hakiki bisa terwujud bila seseorang mengingat nikmat dan karunia-Nya, serta merenungkan bagaimanakah kasih sayang Allah (ihsan) pada makhluk-Nya.” (Al Fawaid, hal. 193).
Semoga kita dimudahkan dalam berdzikir dengan hati dan lisan.
Allahumma a’inna ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik, artinya: Ya Allah, tolonglah kami dalam berdzikir, bersyukur dan beribadah yang baik pada-Mu.
Wa billahit taufiq.
Referensi:
Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tahqiq: Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan keenam, tahun 1431 H.
—
Kamis, 20 November 2014
Kultum Bahasa Jawa - Doa Ingkang Mustajab
Jamaah ingkang minulyo
Saklebetipun Doa, selaku kaum muslimin kito kedah paring wigati dateng punopo maon ingkang saget dadosaken Doa dipun ijabahi lan penyebab doa ingkang tertolak.
Dene punopo kemawon ingkang saget dadosaken doa dipun ijabahi, antaranipun:
1. Ikhlas saklebetipun doa.
Allah Ta’ala berfirman,فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Al Mu’min: 14)
2. Nderek dateng tuntunanipun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman,لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Rasululloh paring tuntunan kaitanipun kalian manjataken doa inggih puniko maos pujian dateng Alloh, shalawat dateng Rasululloh, Ndadep kiblat, lan wonten katah malih.
3. Kedah yakin doanipun terkabul.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.”
4. Kedah bener-bener manteb harapanipun.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيَعْزِمْ فِى الدُّعَاءِ وَلاَ يَقُلِ اللَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ فَأَعْطِنِى فَإِنَّ اللَّهَ لاَ مُسْتَكْرِهَ لَهُ
“Jika salah seorang dari kalian berdoa hendaklah benar-benar mantap dalam mengharap, dan janganlah mengatakan: ‘Allahumma in syi’ta fa-a’thini (Ya Allah jika Engkau menghendaki maka berikanlah untukku), karena sesungguhnya Allah ‘azza wajalla tidak dalam tekanan.”
5. Mendet wekdal ingkang mustajab.
Milih wekdal ingkang sae kagem doa kados antaranipun adzan lan iqomah, sepertiga malam akhir, lan lintunipun.