Feature Ad (728)

Minggu, 12 Oktober 2014

Filled Under:

Cadar Bid'ah ?

08.51


Ada saja yang sampai mengatakan bahwa cadar itu bid’ah. Padahal sejak masa silam di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, cadar itu sudah ada. Bahkan inilah praktek dari para sahabat wanita di masa Nabi, juga praktek orang-orang shalihah.
Terus yang mengatakan bid’ah dasarnya apa yah?
Kalau bilang orang yang bercadar itu tidak murah senyum, yah jelas wajahnya itu tertutup karena menjalankan perintah. Ngapain juga senyumnya di hadapan para pria, cuma buat pria tergoda. Halalnya senyumnya wanita itu di hadapan para wanita itu di hadapan suami atau sesama wanita. Think!

Cadar Sudah Dikenal di Masa Nabi

Kita dapat melihat dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wanita yang akan berihrom. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada para wanita,

لاَ تَنْتَقِبُ المَرْأَةُ المُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبِسُ الْقَفَّازِيْنَ

“Wanita yang berihrom itu tidak boleh mengenakan niqob maupun kaos tangan.” (HR. Bukhari no. 1838) Niqob adalah kain penutup wajah mulai dari hidung atau dari bawah lekuk mata ke bawah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menafsirkan surat An Nur berkata, “Ini menunjukkan bahwa cadar dan kaos tangan biasa dipakai oleh wanita-wanita yang tidak sedang berihrom. Hal itu menunjukkan bahwa mereka itu menutup wajah dan kedua tangan mereka.” (Dinukil dari Jilbab Al Mar-ah Al Muslimah, hal. 104)

Sebagai bukti lainnya, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menutup wajah-wajah mereka. Di antara riwayat tersebut adalah:

Pertama: Dari Asma’ binti Abu Bakr, dia berkata,

كنا نغطي وجوهنا من الرجال وكنا نمتشط قبل ذلك في الإحرام

“Kami biasa menutupi wajah kami dari pandangan laki-laki pada saat berihram dan sebelum menutupi wajah, kami menyisir rambut.” (HR. Hakim 1/624. Dikatakan oleh Al Hakim bahwa hadits ini shohih. Hal ini juga disepakati oleh Adz Dzahabi)

Kedua: Dari Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata,

لما اجتلى النبي صلى الله عليه وسلم صفية رأى عائشة منتقبة وسط الناس فعرفها

“Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan Shofiyah kepada para shahabiyah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Aisyah mengenakan cadar di kerumunan para wanita. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui kalau itu adalah Aisyah dari cadarnya.” (HR. Ibnu Sa’ad. Disebutkan dalam Jilbab Al Mar-ah Al Muslimah, hal. 108)
Juga hal ini dipraktekkan oleh orang-orang sholeh, sebagaimana terdapat dalam riwayat dari ‘Ashim bin Al Ahwal, katanya,

كنا ندخل على حفصة بنت سيرين وقد جعلت الجلباب هكذا : وتنقبت به فنقول لها : رحمك الله

“Kami pernah mengunjungi Hafshoh bin Sirin (seorang tabi’iyah yang utama) yang ketika itu dia menggunakan jilbabnya sekaligus menutup wajahnya. Lalu, kami katakan kepadanya, ‘Semoga Allah merahmati engkau …’” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi. Sanad hadits ini shohih. Disebutkan dalam Jilbab Al Mar-ah Al Muslimah, hal. 110)

Riwayat-riwayat di atas secara jelas menunjukkan bahwa praktek menutup wajah sudah dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istri-istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bercadar, juga wanita-wanita sholehah sepeninggal mereka mengenakannya.

Ulama Syafi’iyah Angkat Suara Tentang Cadar: Cadar Ada Tuntunannya

Perkataan berikut adalah bukti bahwa cadar termasuk ajaran Islam sejak masa silam, bukan ajaran yang baru. Yang menyuarakan seperti ini adalah ulama besar Syafi’iyah yang banyak jadi rujukan para kyai di negeri kita.

Pendapat Ibnu Hajar Al Asqolani

Beliau adalah di antara ulama besar Syafi’iyah yang memiliki kitab rujukan kaum muslimin yaitu Fathul Bari sebagai penjelasan dari kitab Shahih Al Bukhari. Ibnu Hajar rahimahullah pernah mengatakan, “Laki-laki sama sekali tidak diperintahkan untuk berniqob (memakai penutup wajah) agar wanita tidak melihat mereka. … Dari masa ke masa, laki-laki itu selalu terbuka wajahnya (tidak memakai penutup wajah), sedangkan wanita selalu keluar (rumah) dalam keadaan wajahnya tertutup.” (Fathul Bari, 9: 337)

Pendapat Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Mahalli

Beliau adalah salah satu di antara dua penulis kitab tafsir Al Jalalain. Beliau menjelaskan surat Al Ahzab ayat 59, Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“.” (QS. Al Ahzab: 59). Jilbab adalah pakaian yang menutupi wanita. Yaitu diberi keringanan menampakkan satu mata saja ketika keluar (rumah) karena ada kebutuhan. Seperti itu lebih mudah dikenal sebagai orang merdeka, beda halnya dengan budak (yang wajahnya terbuka). Oleh karenanya, janganlah wanita yang menutup rapat auratnya disakiti, dia sungguh jauh berbeda dengan budak perempuan yang membuka wajahnya. Dan orang munafik dahulu biasa menyindir (mengganggu) wanita yang terbuka auratnya. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa kalian yang telah lalu karena enggan menutup aurat. Allah menyayangi kalian sehingga memerintah kalian untuk menutup aurat. (Tafsir Al Jalalain, hal. 426)

Demikian sebagian bukti bahwa ulama Syafi’iyah tidak menganggap aneh cadar (penutup wajah). Bahkan mereka menyatakan wanita memang harus demikian agar lebih menjaga diri mereka.

Apa ada yang masih meragukan kalau cadar itu ada tuntunannya dalam Islam cuma karena mendengar perkataan orang-orang Liberal (JIL) yang sentimen sekali pada Islam?















1 komentar: