Aktivitas sedekah atau shodaqoh adalah amalan yang mulia,
seseorang yang melakukannya akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah. Namun akhir-akhir ini, banyak orang lebih menekankan berbuat amalan berderma ini dengan iming-iming balasan dunia yaitu menjadi kaya raya, bisnis lancar, dsb.
Padahal tidak selayaknya amalan akhirat kita niatkan untuk mencari dunia. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بشر هذه الأمة بالتيسير والسناء والرفعة بالدين والتمكين في البلاد والنصر فمن عمل منهم بعمل الآخرة للدنيا فليس له في الآخرة من نصيب“
Umat ini diberi kabar gembira dengan kemudahan, kedudukan dan kemulian dengan agama dan kekuatan di muka bumi, juga akan diberi pertolongan. Barangsiapa yang melakukan amalan akhirat untuk mencari dunia, maka dia tidak akan memperoleh satu bagian pun di akhirat.” (HR. Baihaqi)
Pada kesempatan kali ini, akan kami ketengahkan sebuah kisah dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana motivasi mereka dalam membelanjakan harta mereka di jalan Allah.
Kisah yang patut kita jadikan teladan tersebut adalah kisah sahabat Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.Utsman bin Affan adalah seorang saudagar yang kaya raya dan seorang khalifah, amirul mukminin, bersamaan dengan itu beliau juga seorang yang dermawan dan terbiasa hidup sederhana.
Yunus bin Ubaid mengisahkan bahwa al-Hasan al-Bashri pernah ditanya tentang para sahabat yang tidur qailulah (istirahat di pertengahan siang) di dalam masjid. al-Hasan menjawab, “Aku melihat Utsman bin Affan tidur qailulah di Masjid, padahal saat itu dia sudah menjadi Khalifah. Setelah bangkit, bekas kerikil terlihat menempel di pinggulnya.
Kami pun berkata, Lihatlah, dia adalah Amirul Mukminin; lihatlah, dia adalah Amirul Mukminin.” (HR. Ahmad).
Adapun kisah tentang kedermawanannya dan berharap pahala akhirat dari amalan tersebut adalah sbb:Menghibahkan Utang Seseorang karena KeshalehannyaDiriwayatkan dari Ibnu Jarir bahwa Thalhah datang menemui Utsman bin Affan di luar masjid dan berkata kepada beliau, “Uang 50.000 yang dulu aku pinjam sekarang sudah ada, kirimlah utusanmu untuk datang mengambilnya.” Utsman menjawab, “Uang tersebut sudah kami hibahkan untukmu karena kepahlawananmu.” (al-Bidayah wa an-Nihayah)Membeli Sumur Untuk Kepentingan Kaum MusliminTatkala rombongan kaum Muhajirin sampai di Madinah, mereka sangat membutuhkan air. Di sana terdapat mata air yang disebut sumur rumah milik seorang laki-laki dari bani Ghifar. Laki-laki itu biasa menjual satu qirbah (kantong dari kulit) air dengan satu mud makanan. Melihat hal ini, Rasulullah bertanya kepadanya, “Sudikah kamu menjualnya dengan ganti satu mata air di surga?” Laki-laki itu menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya apa-apa lagi selain sumber air ini. Dan aku tidak bisa menjualnya memenuhi permintaan Anda.”Pembicaraan tersebut didengar Utsman bin Affan. Tidak lama kemudian, ia membeli sumur tersebut dengan harga 35.000 dirham. Selanjutnya, dia menemui Nabi dan bertanya, “Akankah aku mendapatkan mata air di surga seperti yang Anda janjikan kepada laki-laki dari bani Ghifar tadi?” Beliau menjawab, “Tentu” Utsman pun berkata, “Kalau begitu, biarlah aku yang membelinya, dan aku mewakafkan untuk kaum muslimin.” (Siyar A’lamin Nubala, 2/569).Utsman bin Affan benar-benar mengharapkan pahala akhirat dari pemberian yang ia lakukan.Membebaskan Hamba SahayaDari Abu Tsaur al-Fahmi, pada suatu hari Tsaur pernah menemui Utsman bin Affanradhiallahu ‘anhu. Perhatikanlah apa yang dikatakan Utsman berikut ini, beliau tidak pernah berharap dunia dalam amalan akhiratnya, dalam derma, dan pemberiannya. Utsman berkata, “Aku mengharapkan Rabbku; (1) aku adalah orang keempat dari empat orang pertama yang masuk Islam, (2) aku tidak pernah berdusta, (3) aku tidak mengharapkan dunia dan mendambakannya, (4) setelah berbaiat di hadapan Rasulullah, aku tidak pernah meletakkan tangan kananku di kemaluanku, sejak memeluk Islam, (5) aku tidak pernah melewatkan satu Jumat pun tanpa membebaskan seorang budak (hamba sahaya), (6) jika pada hari Jumat itu aku tidak mempunyai budak, maka aku memerdekakannya pada hari berikutnya, (7) aku tidak pernah berzina, baik itu pada masa jahiliyah maupun pada masa Islam,(8) aku ikut menyediakan perbekalan pasukan Islam dalam menghadapi Perang Tabuk, (9) Nabi menikahkanku dengan putrinya (Ruqayyah) hingga dia meninggal dunia, kemudian beliau menikahkanku dengan putri beliau yang lain (Ummu Kultsum) dan (10) Aku tidak pernah mencuri semasa Jahiliyah maupun semasa Islam.” (Tarikh ath-Thabari, 4/390).Keutamaan-keutamaan Utsman di atas sekaligus sebagai jawaban bagi mereka yang berani merendahkan kehormatan dan mencela seorang sahabat yang dua kali dinikahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan putrinya ini.Inilah beberapa contoh pemberian yang dilakukan oleh Utsman bin Affan yang kesemuanya dimotivasi oleh balasan surge, bukan balasan dunia. Hendaknya kita pun demikian, ketika bersedekah dan memberi kita hadirkan niat akhirat di hati kita, bukan niat mencari kekayaan materi dunia.Memang terkadang motivasi dunia dibutuhkan untuk mengikis rasa pelit yang bersemayam di dalam hati atau untuk memotivasi orang-orang yang masih lemah keimanannya terhadap akhirat. Sebagaimana sebagian orang-orang yang didakwahkan Nabi Muhammad kepada Islam, mereka berharap harta dari keislaman tersebut, namun setelah keimanan mereka meningkat, mereka pun mencapai tingkatan yang lebih tinggi dari sebelumnya, yakni mengedepankan akhirat dari balasan dunia.Tinggallah orang-orang yang bersedekah dengan motivasi dunia, apakah mereka ingin naik “kelas” atau tetap berada di level terbawah. Wallahu waliyu at-taufiq..Disusun oleh Nurfitri HadiArtikel www.KisahMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar