Apakah tikus itu halal?
Tikus adalah di antara hewan yang haram untuk dimakan karena ia diperintahkan untuk dibunuh dan disebut hewan fasik.
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).” (HR. Bukhari no. 3314 dan Muslim no. 1198)
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Makna fasik dalam bahasa Arab adalah al khuruj (keluar). Seseorang disebut fasik apabila ia keluar dari perintah dan ketaatan pada Allah Ta’ala. Lantas hewan-hewan ini disebut fasik karena keluarnya mereka hanya untuk mengganggu dan membuat kerusakan di jalan yang biasa dilalui hewan-hewan tunggangan. Ada pula ulama yang menerangkan bahwa hewan-hewan ini disebut fasik karena mereka keluar dari hewan-hewan yang diharamkan untuk dibunuh di tanah haram dan ketika ihram.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 101)
Imam Nawawi berkata, “Diharamkan hewan yang dianjurkan untuk dibunuh seperti ular, kalajengking, burung gagak, hida-ah dan tikus.” (Minhajut Tholibin, 3: 340).
Diperintahkan untuk membunuh tikus dan binatang fasik lainnya karena binatang tersebut sering menyakiti (mengganggu) sehingga karena inilah haram dimakan. (Lihat Mughnil Muhtaj karya Asy Syarbini, 4: 404).
Sehingga jika ada yang menfatwakan tikus itu halal dimakan, itu fatwa keliru karena bertentangan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak bisa disembelih bukan berarti membuat makanan tersebut jadi halal .
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H
Minhajut Tholibin, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Darul Basyair Al Islamiyyah, cetakan kedua, tahun 1426 H
Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfazhil Minhaj, Muhammad bin Al Khotib Asy Syarbini, terbitan Darul Ma’rifah, cetakan keempat, tahun 1431 H
—
Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal
0 komentar:
Posting Komentar